Archive

Archive for October, 2008

Tugas Akhir Pekan, Oktober 2008, Kelas 3 dan 4

October 31, 2008 Leave a comment

TAP, Oktober 2008, Kelas 3 dan 4

 

Nonton Bareng

 

 

Sejak filem “Ayat-ayat Cinta” , nonton bareng jadi kegiatan yang menyenangkan. Banyak orang melakukannya. Lebih lagi ketika filem “Laskar Pelangi”, guru-guru SDHT pun ikut meramaikan bioskop.

 

Seperti sepakbola, kita juga bisa nonton bareng acara televisi. Biasanya gratis. Nah  ini yang ingin dilakukan di SDHT. Salah satu acara yang akan kita tonton adalah “Jika Aku Menjadi…”.

 

Karena acaranya pukul 18.00, berarti kita semua sudah tidak sekolah. Ini jadi masalah. Salah satu penyelesaiannya, kita mendapatkan rekaman acara ini. Bagaimana caranya? Seperti saat kami senang dengan acara mengenai tokoh-tokoh Indonesia “Maestro” di MetroTV, ya kami surati redaksinya. Sekitar sebulan kemudian kami dapat bukunya. Jadi, ayo kamu coba buat surat untuk mendapatkan copy filem “Jika Aku Menjadi…” dan suratnya ditujukan ke redaksi Trans TV.

 

Kegiatan kedua untuk akhir pekan ini adalah menulis kembali acara “Jika Aku Menjadi…” yang tayang Sabtu ini dalam bentuk cerita. Salah satu tulisan akan dimuat di majalah sekolah. Sedangkan orangtuamu bertugas membuat komentar seperti ditulis salah seorang ibu di blognya. Sama dong, salah satunya akan dimuat di majalah sekolah.

 

Untuk membuat surat, kerjakan dengan orangtuamu ya. Beritahukan juga orangtuamu untuk mendiskusikan acara “Jika Aku Menjadi…” denganmu. Aih, ini kan namanya diskusi keluarga. Biar seru, ada 2 tulisan tentang acara ini yang keluargamu baca. Selamat berakhir pekan. Selamat berdiskusi dengan keluargamu.

 

 

31 Oktober 2008

Litbang SDHT

Read more…

Categories: Tugas Akhir Pekan

Sekolahku Inklusi (1): Seperti Wacana Keadilan Tuhan

October 30, 2008 Leave a comment

SDHT merupakan sekolah inklusi. Masyarakat yang menentukan siapa siswa kami. Siapa kami, kemampuan, harapan-harapan, dan permasalahannya tak bisa dimunculkan untuk mempengaruhi keputusan orangtua memilih atau menolak SDHT sebagai sekolah bagi anaknya. Tidak bisa karena si fulan sebagai siswa SDHT telah membuat kami kewalahan, dipersalahkan, dianggap tak becus mendidik, citra negatif SDHT bertambah; membuat kami memetakan si fulan dalam kriteria akademis, sosial dan psikologis, kemudian kriteria ini menjadi syarat pembatal untuk jadi siswa SDHT. Hal yang sama juga tidak bisa dilakukan berkaitan dengan siswa yang membanggakan, berprestasi, menjadi teladan untuk didefinisikan ciri-ciri karakternya dan menjadi syarat penerimaan siswa SDHT.

Read more…

Categories: Uncategorized

Sebuah Masjid (3): Pusat Keramaian Bernuansa Keagamaan

October 16, 2008 Leave a comment

Salah satu tempat yang menjadi pusat kegiatan anak-anak SDHT adalah masjid sekolah. Masjid ini terletak di bagian tengah lingkungan SDHT, di lantai dua antara deretan kelas enam dengan kelas tiga dan kelas dua, persisnya di atas perpustakaan.

Masjid ini cukup luas, cukup untuk menampung kira-kira dua ratus orang siswa sholat berjamaah. Seperti masjid pada umumnya, di sini juga terdapat mimbar untuk khotib berkhutbah. Di bagian atas terdapat jam dinding dan di bagian kanan ada kalender hijriah yang dipigura dengan rapih. Di sebelah kiri ada ruangan kecil yang biasanya dipergunakan untuk adzan dan juga untuk menyimpan perangkat audio. Di sebelah kanan masjid ini terdapat tangga ke bawah menuju tempat wudlu.

Sejumlah kegiatan sering diselenggarakan di Masjid. Setiap hari masjid selalu dipergunakan untuk sholat Dhuha dan sholat Dzuhur secara berjamaah. Selain untuk sholat berjamaah, pelajaran BTAQ (Baca Tulis

Al Quran) kelas 6 selalu diselenggarakan di Masjid. Selain itu, karena tempatnya yang cukup luas dan nyaman, masjid sering dipergunakan untuk kegiatan rapat, dan berbagai pertemuan yang diselenggarakan oleh SDHT.

Sayangnya setiap pagi sebelum masuk kelas, masjid sering dipergunakan untuk bermain bola oleh anak-anak kelas 5 dan 6. Sebenarnya boleh enggak sih masjid digunakan untuk main bola?

Kalau diamati, ada hal yang agak tidak biasa, yaitu setiap hari Sabtu selalu ditemukan kotoran burung di tempat yang sama, sekitar lima baris dari belakang di bagian tengah. Mungkin karena bentuk masjid yang agak terbuka sehingga burung-burung bisa dengan mudah masuk ke dalam masjid.

Bagiamana pendapat guru-guru tentang Masjid SDHT? Menurut beberapa guru yang berhasil kami wawancarai diantaranya Pak Aripin. Beliau mengatakan bahwa masjid menjadi pusat kegiatan yang bernuansa keagamaan. Dengan adanya masjid bisa dipakai untuk belajar membedakan fungsi tempat. Sebelum ada masjid, SDHT hanya punya tempat belajar dan bermain. Ketika ada Masjid, SDHT punya tempat untuk beribadah. (M. Iqbal kelas 6)

Categories: KaryaKusekolah

Satu Guru Terkenang Satu Teman Dikenang

October 14, 2008 2 comments

Forum Paralel pertamaku setelah libur Lebaran kumulai baru hari ini. Jatahku kemarin, 13 Oktober 2008, dipakai halalbihalal. Hari ini aku paralel dengan kelas 2.

Beberapa kali aku ditanya mau apa forum kali ini. Aku yang telah bersemangat untuk Forum Paralel dengan menjemput mereka langsung ke Ruang Guru ternyata cuma bawa semangat rindu doang. Pembicaraan pun jadi berputar-putar tidak tentu kesanakemarinya. Sampai nyantol lah di Laskar Pelangi. Ini filem ternyata mengisi hari libur banyak anak-anak kelas 2.

“Sepertinya filem itu tentang…” Eh ada juga guru yang belum baca dan nonton Laskar Pelangi. Temanku ini cerita tentang guru dalam sinetron yang selalu tampak tolol, bloon, bodoh, culun, ah rasanya ada ungkapannya yang aku lupa namun jelas ia merasa dihinakan. Dari kabar angin ia menduga Laskar Pelangi tidak begitu, kemudian menyimpulkan “Sepertinya filem itu tentang guru yang…”. Berebut guru lain menjelaskan buku dan filem Laskar Pelangi. Kami pun melanjutkan berbagi cerita tentang guru-guru di masa kecil yang berpengaruh terhadap pilihan karir dan dimilikinya nilai-nilai kecintaan dalam kehidupan kami saat ini. “Guru-guruku sewaktu SD tidak ada yang berkesan,” sela bu Sandra dengan tatapan yang mulai membersitkan kesal. Ih kok gitu, lihat kami yang lain dibuatnya berhenti berceloteh dan hanya melongo menunggunya bicara.
Read more…

Categories: Forum Paralel

Sebuah Masjid (2): Bermainlah di Masjid

October 14, 2008 Leave a comment

Aku jenuh. Sepekan akhir belajar ini, aku tidak ada kegiatan. Tidak ada Forum Paralel.

Sesampainya di sekolah, dan itu juga kesiangan, aku langsung ke perpustakaan membaca koran. Kalaupun tidak ada berita menarik, aku tertahan agak lama di tempat yang tidak pernah sepi oleh anak-anak ini. Rata-rata perhari 100-an lho pengunjungnya. Sebabnya karena ada anak berprilaku aneh yang untuk kesekian kali kuamati. Dia, lelaki kelas 6, punya kesenangan bersentuhan dengan lelaki anak kelas 3 dalam berbagai kategori: mendudukkan si kelas 3 dipangkuan, mencuri kesempatan mencium, mencari masalah agar tangannya dicakar, dan mengumbar rayuan.

Pikiranku sekonyong-konyong ingat Prof. Dr. Musdah Mulia. Ah, tidak mungkin, waktu di kelas 3, 4, sampai 5, dia juga begitu ke anak perempuan teman sekelasnya, sekalipun sebatas kata-kata yang memposisikan dirinya sebagai suami. Setelah berhasil memisahkan keduanya, aku mulai berkeliling ke kelas-kelas. Mulai dari kelas 4, berbalik ke kelas 1 kemudian kelas 2 dan berakhir di masjid. Waktu 6 ruang kelas 1 dan 2 kusatroni semuanya sepi. Semuanya ke masjid. Aku juga bergabung mengamati. Ah senang kok, jadi sebetulnya aku bergabung menikmati.

Lihat gadis berpakaian biru-biru itu. Di tengah keramaian, hiruk-pikuk anak-anak kelas 1 dan 2 yang siap nonton, asyik-masyuk membaca novel. Tak terganggu tuh si biru-biru dengan lalu lalang, bahkan saat seorang anak yang sempat meloncat dari pembatas masjid setinggi 1 meter melewati kepalanya, ia bergeming. Tahu tidak, ia berpindah tempat setelah tangannya menepis udara secara acak. Seekor nyamuk lah yang berhasil membuatnya beranjak.

Di pojok sebelah tempat si biru-biru, (kelompok) 10 anak kelas 5 dan 6 didampingi seorang guru sedang khusuk membuat kartu lebaran. Ketika di rumah, anakku yang salah satu dari kelas 6 itu menyerahkan kartu lebaran karyanya. Sebelum menyampaikan permohonan maaf ia menuliskan terlebih dahulu “Segala kesalahan ayah sudah Azmi maafkan.” Ups! Terhalang pembatas masjid, 4 putri kelas 6 bermain kartu dengan gambar Barbie di koridor masjid. Namanya juga koridor, yang lalu lalang tidak hanya siswa, tapi juga guru dan orangtua.

Lain lagi dengan kelas 3 yang paling dekat masjid, di mana kutemui sepuluh anak laki perempuan sedang asyik ngobrol dalam lingkaran kecil. Di bagian belakang kelas yang sama, dalam jumlah yang lebih kecil dan lelaki saja sedang asyik bergaya anak band. Anak yang memegang sapu gitar wajahnya mirip Dewa Bujana. Mirip juga ya suksesnya.

Kembali ke masjid, anak-anak kelas 1 dan 2 sudah mulai nonton filem kartun budi pekerti yang isinya ‘ceramah’ dan nyanyi (lagu dakwah tentu saja) melulu. Hi, hi, gak ada alur cerita, tanpa konflik dan semua perempuan dalam filem itu berkerudung. Beruntung yang berjanggut bukan semua lelaki, melainkan cuman pak guru. Pas bagian filem “Rajin Baca Quran”, kira-kira seperempat bagian belakang masjid sudah jadi arena bermain dengan bentangan kain hitam untuk menghalangi cahaya masuk sebagai wahananya. Yang tigaperempat sih asyik nonton.

Read more…

Categories: MuridKusekolah

Alumni SDHT (1): Sejarah Delapan Tahun

October 13, 2008 Leave a comment

Duh hatiku berbunga-bunga. Bahagianya sangat bahagia. Sebabnya di sini, di SDHT-ku ada alumni yang lengkap: angkatan ke-1 yang kini kelas 3 SMA sampai angkatan yang baru ke luar kemarin. Ketika ngobrol dengan angkatan ke-1, adanya cerita menggembirakan diikuti cerita menyedihkan.

Aku bergabung dengan SDHT di tahun kedua. SDHT sendiri di tahun pertama membuka kelas 1 dan 4. Ya, ketika angkatan pertama kelas 5 aku bertemu mereka. Ini strategi agar kami punya lulusan lebih cepat. Katanya keberadaan lulusan membuat beberapa hak untuk mandiri diberikan, termasuk salah satunya bisa mendaftarkan siswa ujian akhir atas nama sekolah.

Read more…